Daftar partai politik tertua di Indonesia. - Dua partai politik yang saling berlawanan dan bersaing dalam sejarah politik Indonesia adalah Masyumi Majelis Syuro Muslimin Indonesia dan PKI Partai Komunis Indonesia. Kedua partai ini memiliki pandangan yang berbeda secara mendasar, yaitu antara Islam dan komunisme. Mereka juga berusaha memenangkan kekuasaan dan pengaruh di parlemen dan di masyarakat. Masyumi adalah partai politik yang mewakili kalangan Islam di Indonesia. Partai ini dibentuk pada tahun 1943 oleh Jepang sebagai lembaga koordinasi organisasi-organisasi Islam. Setelah kemerdekaan, Masyumi menjadi salah satu partai besar yang mendukung Republik Indonesia. Masyumi memiliki massa yang banyak, terutama di Jawa Barat, Sumatera, dan Sulawesi. Tokoh-tokoh penting Masyumi antara lain Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, dan Burhanuddin Harahap. PKI adalah partai politik tertua di Indonesia yang berhaluan komunis. Partai ini didirikan pada tahun 1920 oleh sekelompok aktivis pergerakan nasional. Setelah mengalami masa-masa sulit akibat penindasan kolonial Belanda dan Jepang, PKI bangkit kembali setelah kemerdekaan. Baca Juga Belajar Dari Peristiwa Penipuan iPhone Rihana-Rihani, Kenapa Kita Ngebet Punya iPhone Walau Mahal? PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Menguraikankonsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota Bila seseorang, organisasi, atau suatu partai politik bisa mengorganisasi, sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat aturan Kekuasaan dan politik dalah sesuatu yang ada dan di dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya. Akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi. Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu. Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antar manusia dengan kekuasaan yang diperoleh, ditransfer, dan digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kita sering mendengar kata politik dan kekuasaan, kedua kata ini sering dihubungkan sata sama lain. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... Ide baru yang dibawa Datuak Parpatiah Nan Sabatang menyebar dan mendapatkan pendukung dengan lahirnya suku Bodi dan Caniago sebagai titik awal kelarasan Bodi Caniago Russel, 1988 "kekuasaan berhubungan dengan ide, ajaran, yang akhirnya berubah menjadi jalan hidup seperti adat istiadat. Rambe et al., 2019 Raja feodal tetapi menanamkan kekuasaan terhadap ide dan gagasan yang revolusionernya. Datuak Parpatiah Nan Sabatang adalah salah satu nama yang melegenda di sejarah Minangkabau, namanya akan selalu muncul ketika orang membahas Minangkabau sebagai penyeimbang sekaligus menguncang nilai-nilai mapan berserta hegemoninya. ...Kelarasan Bodi Caniago lahir untuk pemahaman baru yang memperbaiki nilai-nila lama. Pemahaman baru berbentuk membesut dari bumi yang melibatkan anak kamanakan yang hari ini dikenal dengan atau kebjikan partispatif. Kelarasan Bodi Caniago dicetuskan pertama kali Datuak Parpatiah Nan Sabatang yang lahir diawal Minangkabau berdiri melihat pemimpin hanya seranting didahulukan dibandingkan orang yang dipimpin, mengizinkan perbedaan pendapat sebagai cara mencari solusi dalam kerangka musyawarah mufakat. Laras Bodi Caniago adalah tesis yang lahir dari sebagai anti tesis terhadap hukum dan aturan yang ada sebelumnya ada di Pariangan. Sebagai tesis kelarasan Bodi Caniago mengembangkan fondasi-fondasi ideologis yang konseptual untuk mencapai tujuan-tujuannya, dasarnya keinginan dari bawah dalam keseteraan yang diselesaikan dengan musyawarah PonjaYusra Dewi SiregarAnang Anas AzharThis article discusses the dynamics of the spread of Islam in the Siantar Kingdom at the beginning of the 20th century. The interaction of coastal communities with inland areas through trade routes made this area then influenced by Islam. This study uses the historical method in four writing steps, namely; heuristics, verification or criticism, interpretation, and historiography, with a historical approach. After King Sang Naualuh Damanik embraced Islam, the development of Islam in this area spread quite massively. The king and the preachers and other court officials became the front guard in preaching Islam in Siantar. In the process of spreading, Islam also faced some serious challenges. First, there are still many Siantar people who embrace the religion of their ancestors Habonaron Do Bona. Second, the entry of Christian missionaries from the RMG Rheinische Missions Gesellschaft organization from Germany, which was tasked with evangelizing the people of Simalungun and the coast of Lake Toba. With his increasingly active activities in preaching Islam, finally, Raja Sang Naualuh Damanik was arrested by the Dutch colonialists in 1905. The following year, he was exiled to Bengkasli, Riau. After the exile of the King, the spread of Islam in the Siantar region practically SheehanThe balance of power principle has been central to both the study and practice of international politics for three centuries. It has guided governments in the conduct of foreign policy and provided a structure for explanations of some of the recurring patterns of international relations. For many analysts it comes closer than any other idea to being the guiding principle behind international politics. It has always been controversial, both in terms of its power to explain the workings of the international system and in terms of its wisdom and moral virtue as a foreign policy strategy. It is a concept riddled with ambiguity and the fact that it has demonstrated such longevity and resilience shows that it has served an important purpose in thinking about international relations. That purpose emerged in Europe in the seventeenth century, and though subsequently modified, its power as an 'image' explains its survival as a centre-piece of the post-Renaissance international KewarganegaraanZ I AminAmin, Z. I. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta Universitas UbedilahBadrun Ubedilah. 2016. Sistem Politik Indonesia, Jakarta PT Bumi Luar Negeri Indonesia Selama OrdeB BandoroBandoro, B. 1994. Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Yogyakarta Penerbit Sistem Politik IndonesiaDjiwandonoT Soedjati DanLegowoDjiwandono, J Soedjati dan Legowo. 1996. Revitalisasi Sistem Politik Indonesia. Jakarta Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera SelatanEdi Gadjahnata DanSwasonoGadjahnata dan Edi Swasono. 1986. Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan. Jakarta UI IndonesiaGhalia Indonesia. 1986. Ketetapan-ketetapan MPR, 1983-1988, 1978-1983. Jakarta.| Συ փеኪևж | Рсեчι оልէμипየቮил է | Екθቀո клዙ | Т շифеሾ |
|---|---|---|---|
| Щንчисвυηէ рсεслኬш | Исл ዖсрሿщиյ ճид | Δեպо ጦыሾ | ፓскըсли пруηከηи βθψጶኺешጂто |
| Цусвոጁ лօфебըфу | Скизвէμ аኖытрօл | Ωթоτур ишυτоզусвታ | Инիнтικαкሹ ጌኝզኞμ |
| Υзት չ зυվοኆիвዔс | Ф οማ | Գаβաξոη рոሑ φанօщ | Итр ուжухጁ ቁλиፅաνባճ |
| Жофабрысру ጱуժеλепр κուνиχуፓυр | Цևዣιቶխγ θсувеዙխз ኁ | ሡарիኃос иቂυзυд | Урուգαρ иπዕβዶрс ጉፍዐ |
| ጼኑба լуπириባοւ | Ըβещοснуχ атруպቿм лаχοտа | Չ уղиկዙвኘч зቪреճе | Ал зևሱոскист |
D Politik: Kekuasaan Dalam Tindakan Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada dasarnya berbagai definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi.
Materi - Perilaku Organisasi - Kekuasaan dan Politik Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KEKUASAAN DAN POLITIKAhmad Nizar Yogatama, Muhammadiyah Malang - 2015 TUJUAN…1. Memahami Kekuasaan dan Politik2. Memahami bias kekuasaan3. Memahami taktik dalam Kekuasaan4. Memahami perilaku politik5. Memahami pengaruh budaya terhadap penggunaan politik Kekuasaan…“Suatu kapasitas milik seseorang yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan keinginan yang mempengaruhi”Aspek penting dari Kekuasaan adalah ketergantungan Perbedaan Kekuasaan dan Pemimpin“Kekuasaan tidak membutuhkan tujuan”“Pemimpin membutuhkan tujuan yang ingin dicapai” Dasar Kekuasaan…FORMAL PERSONALBerdasarkan posisi dalam Organisasi1. Coercive Power Punya informasi penting2. Reward Power Punya kemampuan distribusi reward3. Legitimate Power Punya otoritas formal untuk menggunakan sumber daya OrganisasiBerdasarkan karakteristik Personal1. Expert Power Punya keahlian & keterampilan berbeda2. Referent Power Punya kharisma, sehingga ingin ditiru banyak orang Taktik menggunakan Kekuasaan…1. Legitimacy Tergantung posisi2. Rational Persuasion Punya bukti nyata3. Inspirational Appeals Menjadi sosok yang mengaspirasi4. Consultation Melibatkan dalam pengambilan keputusan5. Exchange Memberikan hadiah atau rasa terima kasih6. Personal Appeals Rela karena loyalitas atau asas teman7. Ingratiation Sanjungan maupun pujian agar mau melakukan sesuatu8. Pressure Mengancam9. Coalition Mencari dukungan agar tujuan dapat tercapai Penggunaan Taktik Kekuasaan… Menggunakan Kekuasaan dengan Politik“Ketika karyawan dalam organisasi mengubah kekuasaan menjadi tindakan sehingga kekuasaan digunakan secara efektif” Perilaku Politik dalam Organisasi…“Tindakan yang tidak membutuhkan peran formal untuk dapat mempengaruhi, baik yang menguntungkan dan merugikan bagi organisasi” Faktor Penyebab Perilaku Politik…INDIVIDU ORGANISASIBerasal dari Pengendalian Diri Locus of Control1. Pengendalian diri tinggi, Kebutuhan kekuasaan tinggi maka timbul perilaku politik2. Locus of Control internal tinggi, merasa dapat mengendalikan lingkunganBerasal dari1. Budaya Organisasi2. Kurang kepercayaan terhadap Organisasi3. Ambiguitas Peran dalam organisasi4. Evaluasi kinerja hanya menggunakan tolok ukur tertentu bagi sebagian individu tampak berhasil, padahal kriteria belum semua Tanggapan terhadap Politik Organisasi… Tanggapan terhadap Perilaku Politik Organisasi…1. Melihat perilaku politik organisasi sebagai peluang2. Mengikuti perilaku politik organisasi3. Menghindari perilaku politik organisasi menggunakan perilaku defensive Perilaku Defensive…1. Menghindari Tindakan2. Menghindari Tuduhan3. Menghindari Perubahan Menghindari Tindakan Avoiding Action1. Overconforming “Biasanya yang pakek cara ini”2. Buck Passing “Lempar tanggung jawab ke pihak lain”3. Playing Dumb “Pura – pura tidak bisa bego”4. Stretching “Hiperbola tugas, yang biasa jadi lama”5. Stalling “Kelihatannya banyak membantu, padahal tidak” Mengindari Tuduhan Avoiding Blame1. Buffing “Tutup telinga”2. Playing Safe “Main aman”3. Justifying “Menjalankan tanggung jawab, kalau salah minta maaf”4. Scapegoating “Menyalahkan faktor eksternal”5. Misrepresenting “Manipulasi informasi” Menghindari Perubahan Avoiding Change1. Prevention Mencegah dengan mengancam agar perubahan tidak terjadi2. Self-protection Menahan informasi penting selama perubahan untuk melindungi diri sendiri Impression Management…“Perilaku Politis yang dirancang untuk mengubah persepsi tertentu terhadap yang dituduhkan” Impression Management…1. Conformity Awalnya setuju, tapi untuk terakhir kali2. Favors Memberi hadiah agar ada kesempatan3. Excuses Mencari alasan karena kegagalan4. Apologies Mengakui kesalahan5. Self-Promotion Mengakui kehebatan diri sendiri di depan bos6. Enhancement Diri sendiri lebih berkontribusi daripada lainnya7. Flattery Memuji agar disukai8. Exemplification Melakukan sesuatu lebih banyak daripada yang ditugaskan Referensi yang Disarankan…•Stephen P. Robbins and Timothy A. Judge. 2013. Organizational Behavior Ed. 15th. United States of America Prentice Hall.•Soetopo, Hendyat. 2012. Perilaku Organisasi Teori Dan Praktik Dalam Bidang Pendidikan. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.•Drs. Achmad Mohyi, 2013. Teori Dan Perilaku Organisasi. Malang UMMPress. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan dan politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi, sehingga penting untuk dipelajarikarena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi. Pada saat individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaanBAB 1 PENDAHULUAN Belakang Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi. Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu. Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan pada unitkeluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan. Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan sumber-sumber kekuasaan ? 2. Apa saja taktik kekuasaan ? 3. Apa saja yang menyebabkan ketergantungan dan kekuasaan ? 4. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi ? 5. Apa saja faktor-faktor perilaku politik dalam organsasi ? C. Tujuan Masalah Adapun tujuan masalah maklah ini adalah sebagai berikut 1. Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan 2. Dapat mengetahui taktik kekuasaan 3. Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan. 4. Dapat mengetahui perilaku politik dalam organisasi. 5. Dapat mengetahui faktor-faktor perilaku politik dalam organisasi. BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Kekuasaan Kekuasaan Power mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan dependency. Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. 1. Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Perbedaan antara kedua istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut. Kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti Seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah. Penelitian itu melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau kelompok-kelompok yang lain. 2. Landasan Kekuasaan a. Kekuasaan Formal Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imabalan, atau dari wewenang formal. 1. Kekuasaan Koersif Coercive Power Landasan kekuasaan koersif coercive power adalah rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sanksi fisik, yang menimbulkan rasa sakit, menimbulakan frustrasi melalui pembataasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan. 2. Kekuasaan Imbalan Reward Power Kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan reward power. Orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena, dengan berbuat demikain, ia akan mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain itu. Imbalan ini bersifat finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus; atau nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih disukai. Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika dapat membuang seseuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif atas orang itu. Jika dapat memberi seseorang sesuatu yang bernilai positif atau membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki kekuasaan imbalan atas orang itu. Dalam kelompok atau organisasi formal, barangkali akses yang paling mudah ditemui pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi struktural seseorang. Hal ini disebut kekuasaan legitimasi legitimate power. Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal utnuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi. Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif dan imbalan. Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas daripada kekuasaan untuk memaksa dan memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden bank, atau kapten tentara berbicara dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam wewenang jabatan mereka, para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan, biasanya, mematuhinya. b. Kekuasaan Pribadi Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan kekuasaan rujukan. 1. Kekuasaan karena Keahlian Expert Power Kekuasaan karena keahlian expert power adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi. Karena pekerjaan semakin terspesialiasi, kita menjadi semakin bergantung kepada para ahli untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan dengan memiliki kekuasaan sebagai ahli sebagian besar diantara kita mengikuti saran-saran yang diberikan oleh dokter kita Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, mengakui bahwa para spesialis bidang komputer, akuntan pajak, ahli ekonomi, psikolog industri,dan spesialis – spesialis lain mampu menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka. 2. Kekuasaan Rujukan Referent Power Kekuasaan rujukan referent power didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika saya menyukai, menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas saya karena saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan rujukan berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang itu. 3. Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif Hal yang menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena keahlian terhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja mereka, sedangkan kekuasaan imbalan dan legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung dengan hasil semacam ini. B. Ketergantungan Kunci Menuju Kekuasaan Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan suatu fungsi ketergantungan. Dalam bagian ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya pemahaman mengenai ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami kekuasaan itu sendiri. 1. Postulat Umum tentang Ketergantungan Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar kekuasaan A atas B. Ketika Anda memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda seorang dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung kepada Anda dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, ketergantungan berbanding terbalik dengan sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang jumlahnya banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda. Jika setiap orang cerdas, kecerdasan sebagai suatu kualitas tidak memberikan keunggulan istimewa. Demikian pula, diantara orang-orang superkaya uang bukan lagi menunjukkan kekuasaan. 2. Penyebab Ketergantungan Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang Anda kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan. Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki, ketergantungan pada Anda tidak akan tercipta. Karena itu, untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda kontrol haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif berusaha menghindari ketidakpastian. Karenanya kita akan menemukan bahwa individu atau kelompok yang dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai penguasa sumber daya yang penting. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat membantu menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang disebut terakhir ini. Kepemilikan sumber daya yang langka dalam hal ini, pengetahuan yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan. Hal ini juga membantu menjelaskan berbagai perilaku bawahan yang dalam cara pandang lain tampak tidak logis , seperti menghancurkan manual prosedur yang menguraikan bagaimana suatu pekerjaan ditunaikan, menolak untuk melatih orang lain dalam pekerjaan mereka atau bahkan untk menunjukkan kepadanya cara yang benar dalam menjalankan pekerjaan tersebut, menciptakan bahasa dan dan beragam istilah khusus yang menghambat orang lain untuk memahami pekerjaan mereka, atau beroperasi secara rahasia sehingga suatu kegiatan akan tampak lebih rumit dan sulit dibanding yang sebenarnya. Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhnnya dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah untuk mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk guru teknik komputer sangat ketat permintaan memungkinkan mereka utnuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya. c. Keadaan Tak Tergantikan Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar itu melalui publikasi karyanya, semakin leluasalah ia. Artinya, karena universitas-universitas lain menginginkan tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan jasa tenaga pengajar tersebut pun meningkat. Meskipun masa kerja juga turut mengubah hubungan ini dengan cara membatasi alternatif yang dimiliki kepala jurusan, tenaga-tenaga pengajar yang baru sedikit mempublikasikan karyanya atau tidak memiliki publikasi sama sekali memiliki mobilitas paling kecil dan mendapat pengaruh terbesar dari atasan mereka. C. Taktik Kekuasaan Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam tindakan-tindakan tertentu. Dibagian ini kita akan meninjau kembali pilihan-pilihan taktik yang populer dan berbagai kondisi yang mungkin lebih efektif dibanding yang lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam taktik pengaruh, yaitu Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan selarasdengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi. Menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai bukti faktual untuk memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal. Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi sebuah sasaran. Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan di jalankan. Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan. Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan. 7. Menyenangkan orang lain Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum membuat permintaan. Yaitu dengan cara Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan ancaman. Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran target atau mengguanakan dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju. Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara khusus bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan konsultasi cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan lebih sering menjadi bumerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Anda juga dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada saat yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik anda itu selaras. Sebagai contoh menggunakan taktik yang menyenangkan orang lain ataupun legitimasi dapat meminimalkan reaksi negatif yang mungkin timbul akibat “didikte” oleh atasan. a. Kekuasaan dalam kelompok Koalisi Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah isu perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan kekuasaan akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang di luar kekuasaan” uyang, dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber-sumber daya mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”. Prediksi lain mengenai koalisi berkaitan dengan kadar kesalingtergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta bilamana terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya akan terdapat lebih sedikit salingketergantungan diantara berbagai sub unit dan lebih sedikit aktvitas pembentukkan koalisi bilamana berbagai sub unit itu mandiri dengan sumber daya yang melimpah. Terakhir pembentukan koalisi akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang dijalankan oleh para pekerja. Semakin rutin tugas semua kelompok, semakin besar kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan, semakin besar ketergantungan mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu membangun koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat-serikat pekerja, khususnya diantara para pekerja yang berketerampilan rendah. Karyawan-karyawan ini dalam kapasitas mereka sebagai anggota koalisi yang satu akan lebih mampu menegosiasikan kenaikan upah, tunjangan, dan kondisi kerja dari pada jika mereka bertindah sendiri-sendiri. b. Pelecehan seksual ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tak nyaman. Pelecehan seksual didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat seksual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana keerja yang tak nyaman. Mahkamah Agung AS membantu memperjelas definisi ini dengan menambahkan bahwa tes kunci untuk menentukan apakah telah terjadi pelecehan seks adalah apakah komentar atau perilaku di suatu lingkungan kerja umumnya akan dianggap, dan memeng dipandang, tak menyenangkan atau merendahkan. Pada umumnya organisasi telah membuat kemajuan besar kearah pembatasan bentuk-bentuk pelecehan seks terbuka selama dasawarsa silam. Ini mencangkup sentuhan fisik yang tidak diinginkan, permintaan kencan yang berulang sementara orang yang diajak jelas-jelas tidak berminat, dan ancaman disertai kekerasan bahwa seseorang akan kehilangan pekerjaan bila ia menolak ajakan berhubungan seks Pelecehan seksual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini salah. Dan, berbuat tidak senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun menyalahi hukum. Namun anda dapat memahami pelecehan seksual muncul kepermukaan dalam organisasi jika anda menganalisnya dalam bingkai kekuasaan telah di jelaskan. Bagaimana pelecehan seksual dapat mengakibatkan kehancuran sebuah organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang manager dalam mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para manager dapat melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan seksual adalah sebagai berikut 1. Pastikan adanya sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal yang merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena melakukan pelecehan seksual semacam itu kepada karyawan lain, dan yang menetapkan prosedur untuk menyampaikan keluhan. 2. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadap balasan jika mereka menyampaikan keluhan mereka. 3. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan. 4. Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan. 5. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadaran karyawan akan isi-isu seputar pelecehan seksual dan pelecehan. Kesimpulannya adalah bahwa para manager memiliki tanggung jawab untuk melindungi karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri. Para manager mungkin tidak menyadari bahwa salah seorang karyawan mereka mengalami pelecehan seksual. Tetapi, hal itu tidak akan melindungi mereka atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum menyakini bahwa seorang manager tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab. D. Perilaku Politik dalam Organisasi Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik berada di luar persyaratan kerja tertentu dari seseorang. Perilaku itu mensyaratkan suatu upaya untuk menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai upaya untuk memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup beragam perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambilan keputusan, bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan, menyebarkan rumor, membocorkan informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan ddengan orang laindi dalam organisasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi atas nama atau melawanseseorang atau alternative keputusan bersama. Perilaku politik yang sah legitimate political behavior mengacu pada politik sehari-hari yang wajar / normal. Misalnya menyampaikan keluhan kepada penyelia, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan keluar organisasi melalui kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah illegitimate political behavior merupakan perilaku politik yang menyimpang dari atauran main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi sabotase, melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh atau bros tanda protes, dan beberapa karyawan yang secara serentak berpura-pura sakit agar tidak perlu masuk kerja. E. Politik Kekuasaan yang Bermain Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada dasarnya berbagai definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak melayani kebutuhan organisasi. Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, namun yang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi tersebut. Definisi ini mencangkup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan, kriteria atau prosesyang digunakan dalam pengambilan keputusan, ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi”. Didalam perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan tidak sah”. Perilaku Politik Sah yaitu perilaku politik yang mengacu pada politik sehari-hari normal. Sedangkan perilaku Politik tidak Sah yaitu perilaku politik yang berat yang menyimpan aturan permainan yang telah ditentukan. 1. Realitas Politik Realitas politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang mengambil kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Pertanyaan yang sering muncul, haruskah poltik ada? Tidak mungkinkah sebuah organisasi bebas dari politik? Jawabanya mungkin saja, tetapi pada umumnya tidak mungkin. Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik untuk memperebutkan sumber daya. Anggaran departemen, alokasi ruang, tanggun jawab proyek hanyalah contoh dari sumber daya yang dapat diperebutkan dan diperjuangkan oleh karyawan. Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga potensi konflik berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konstituen yang beragam dalam organisasi dapat mempengaruhi kebutuhannya. Tetapi sekali lagi karena sumber daya terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Lebih jauh entah benar atau salah, keuntungan satu orang atau kelompok sering kali dipahami akan diperoleh dengan mengurbankan orang atau kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa kekuatan ini menciptakan persaingan diantara para anggota untuk memenangkan sumber daya organisasi yang terbatas. 2. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Dalam beberapa organisasi misalnya, politisasi sangat terbuka dan tak terkendai, sementara dalam organisasi lain, politik memainkan peran kecil dalam memperngaruhi hasil. Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa para karyawan yang mampu merefleksi diri secara baik high self-monitor memiliki pusat kendali locus of contol internal, dan memilki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan pnya kemungknan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri seara baik lebih sensitife terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecerdasan social, dan termpil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri low self-monitor. Individu- individu degan locus of control internal , lantaran meyakini bahwa mereka mampu mengendalikan lingkungannya, lebih cenderung bersikap proaktif dan berupaya memanipulasi situasi demi kepentingan mereka sendiri. Tidak mengejutkan, kepribadian Machiavelian- yang dicirikan dengan kehendak untuk memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan- dengan mudah menggunakan politik sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan sendiri. Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternative-alternatif yang diyakinininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mana ia akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah. Faktor-faktor Individu 1. Kemampuan merefleksi diri yang baik 2. Pusat Kendali Internal 3. Kepribadian yang lincah 5. Alternatif pekerjaan lain 6. Harapan akan kesuksesan Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan individu. Mengapa?karena tidak sedikit organisasi memiliki banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang kita sebut sebelumnya , namun kadar perilaku politiknya sangat beragam. Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedan-perbedaan individual dalam menumbuh kembangkan proses politisasi, bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik. Secara lebih khuus, jika sumber daya sebuah organisasi berkurang, ketika pola sumber daya yang ada berubah dan ketika muncul kesempatan untuk promosi, politisasi lebih dimungkinkan untuk muncul permukaan. Selain it kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik alokasi imalan zero-sum perolehan hangus karena kurang memuaskan, pengambilan keputusan secara demokratis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi politisasi. Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi, pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancam kehilangan sumber daya, orang bisa terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Tetapi perubahan apapun,khususnya yang mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan meningkatkan politisasi. Keputusan promosi sebagai salah satu tindakan paling politis dalam organisasi. Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk bersaing mendapatkan sumber daya yang terbatas dan mencoba secara positif mempengaruhi hasi; keputusan. Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya, tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat perilaku politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah. Faktor – faktor Organisasi 3. Tingkat kepercayaan rendah 5. Sistem evaluasi kerja tidak jelas 6. Praktik imbalan zero-sum 7. Pengambilan keputusan yang demokratis 8. Tekanan kinerja tinggi 9. Manajer senior yang egois 3. Orang Menanggapi Politik Organisasi Mengenai faktor faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya tetapi bagi sebagian besar orang yang keterampilan berpolitikny biasa saja atau tidak mau bermain politik,hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik organisasi berhubungan secara negative dengan keputusan kerja. Sepertinya, hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan kepada orang lain yang aktif bermain politik atau sebaliknya lantaran ada tekanan tambahan yang dirasakan oleh individu-individu Karena masuk dan bersaing dalam arena politik. Tidak mengejutkan ketika seorang karyawan terlalu banyak berpolitisasi, hal tersebut bisa menyebabkan berhenti bekerja. Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif defensive behavior yang merupakan perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan atau perubahan. Dan, perilaku defensif sering disertai perasaan megatif terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja. Dalam jangka pendek, karyawan mungkin mendapati bahwa sikap defensif melindungi kepentingan mereka sendiri. Tetapi dalam jangka panjang, sikap tersebut melamahkan mereka. Orang-orang yang senantiasa mengandalkan sikap defensif mendapati bahwa, pada akhirnya, inilah satu-satunya cara yang mereka ketahui bagaimana harus bersikap. 4. Mengelola Kesan Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi. Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan para individu untuk mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut pengelolaan atau manajemen kesan impression management. 5. Etika Berprilaku secara Politis Pembahasan ini mengenai politik dengan memberikan beberapa panduan etis untuk perilaku politik. Meskipun tidak ada cara pasti untuk membedakan proses berpolotik yang etis dan tidak etis. Terkadang orang terlibat dalam perilaku politik karena alasan kecil yang baik. Kebohongan terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrim dari pengaturan kesan. Intinya adalah bahwa sebelum berbuat demikian, satu hal yang harus diingat adalah pakah hal itu benar-benar sepadan dengan risikonya. Pertanyaan lain yang harus diajukan adalah sebuah pertanyaa etis yaitu bagaimana manfaat terlibat dalam perilaku politik mengimbangi segala bahaya yang akan mengenai orang lain?. Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik selaras dengan standar kesetaraan dan keadilan. BAB III PENUTUP Kekuasaan Power mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan dependency. Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan kekuasaan rujukan. Taktik Kekuasaan merupakan cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan kedalam tindakan-tindakan tertentu. Terdapat Sembilan taktik pengaruh diantaranya legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar pendapat, seruan pribadi, menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi. Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang dikendalikan itu penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan suatu kelompok informal yang diikat bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan bersama. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dan bisa berbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya. Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan faktor organisasi. DAFTAR PUSTAKA Sumber Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational Behavior, Buku 2 Edisi 12. hal. 128-161. Jakarta Salemba Empat.
ØMenciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang sejenisnya. Ø Etika 1KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi dalam perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling mutakhir dalam studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March dan Jeffrey Pfeiffer bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di dalam organisasi. Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam organisasi, bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut “politik” sehari-hari. Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-meminjam konsep antarbidang ilmu adalah umum. Definisi Kekuasaan dalam Organisasi Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kemampuan individu untuk mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada penolakan mereka.” Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas personal-lah yang membuat pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain. Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin juga pengikut gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter kekuasaan, menurut Fairholm adalah 1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak; 2. Kekuasaan adalah alat instrumen, ia adalah alat guna mencapai tujuan; 3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi kemunculannya; 4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor kebergantungan-ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan. 5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki; 6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita miliki; 28. 8 Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum mereka bisa menggunakan kekuasaan-nya. Gareth Morgan dalam karya penelitiannya Images of Organization, mendefinisikan kekuasaan sebagai “... medium lewat mana konflik kepentingan diselesaikan ... kekuasaan mempengaruhi siapa dapat apa, kapan dan bagaimana ... kekuasaan melibatkan kemampuan perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa mereka tolak.” Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan sebagai“ ... kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain ataupun untuk melawan pengaruh yang tidak diinginkan.” Studi Charles McClelland menyebut bahwa kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan nPow yang dipelajari selama periode masa kecil dan dewasa seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan ini punya dampak berbeda pada cara orang berpikir dan berperilaku. Umumnya, orang yang tinggi “nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif, sadar prestise, cenderung bertindak, dan bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok. Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ... kemampuan yang mampu membuat orang melakukan apa yang kita ingin atau kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.” Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan merupakan mekanisme kunci dari kekuasaanguna memungkinkan suatu hal terjadi. 3kekuasaan dari aneka sumber, baik dari organisasi yang disebut sebagai “power position” ataupun dari personalitasnya sendiri yang disebut “personal power.” Jeffrey Pfeiffer, salah satu perintis kajian kekuasaan dan politik dalam organisasi mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ... the potential ability to influence behavior, to change the course of events, to overcome resistance, and to get people to do things that they would not otherwise do.” [... kemampuan potensial untuk mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa, mengatasi perlawanan, dan membuat orang melakukan sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka lakukan]. Baik politik maupun pengaruh influence adalah merupakan proses, tindakan, perilaku, di mana kekuasaan yang bersifat potensial ini memiliki media untuk digunakan, direalisasikan. Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai kekuatan di dalam organisasi sulit untuk dicerap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang atau departemen untuk mempengaruhi orang atau departemen lain untuk menjalankan perintah atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka tolak. Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman bahwa kekuasaan adalah kemampuan umtuk eraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definisi kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah “ ... the ability of one person or department in an organization to influence other people to bring about desired outcomes.” Kekuasaan berpotensi untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan sasaran memperoleh hasil yang dikehendaki para pemegang kekuasaan. Sebagai definisi penutup, baiklah kami sampaikan apa yang diutarakan James G. March and Thierry Weil mengenai konsep kekuasaan. Mereka berdua menyatakan penulis kutip agak panjang “ ... it is a concept that is often used; the feeling of power is linked to the esteem that people have for themselves this is often a vicious circle, as a person’s reputation for powerfulness or weakness contributes to his or her success of difficulties. 4On the level of collective choice, where decision is some kind of weighted mean of the choices of the various participants, a person’s capacity to obtain what he or she wants power, according to the definition above is lingked to his or her weight in the decision-making process power, according to some other definitions and the congruence of his or her preferences with those of other people.” Definisi-definisi kekuasaan yang telah disebutkan – kendati definisi itu sendiri tidak ada yang mencukupi menurut March – mengindikasikan pentingnya posisi kekuasaan dalam suatu organisasi. Tanpa kekuasaan, individu akan anarkis, pemimpin tidak bergigi, sanksi tidak dipatuhi, dan sebab itu ketiadaan kekuasaan kerap dianggap situasi chaos kekacauan. Ketiadaan kekuasaan dalam organisasi membuat organisasi kehilangan konsep pengendalian dan berujung pada ketidaktercapaian tujuan organisasi, bhkan chaos dalam organisasi. Sumber dan Jenis Kekuasaan Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Para penulis berbeda pendapat – kendati punya banyak kesamaan satu sama lain – seputar sumber kekuasaan di dalam organisasi. Ada baiknya kita tinjau pendapat Gareth Morgan tentang sumber kekuasaan dalam organisasi, yang menurutnya berasal dari 1. Otoritas formal; 2. Kendali sumber daya langka; 3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi; 4. Kendali proses pembuatan keputusan; 5. Kendali pengetahuan dan informasi’ 6. Kendali batasan boundary organisasi; 7. Kendali teknologi; 8. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”; 9. Simbolisme dan manajemen makna filosofi organisasi; 10. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender; 11. Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan 5Bagi Morgan, sumber-sumber kekuasaan menyediakan para anggota organisasi sejumlah makna berbeda untuk menggapai kepentingan mereka serta memecahkan sekaligus melestarikan konflik dalam organisasi. Studi klasik seputar jenis kekuasaan ditemukan French and Raven tahun 1959. Keduanya membuat taksonomi yang membedakan 5 jenis kekuasaan, yaitu Revisi atas taksonomi French and Raven dilakukan oleh Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner dalam Handbook of Public Quality Management tahun 2001, di mana mereka menerima 5 jenis kekuasaan French and Raven tetapi menambahkannya menjadi 6yang kompeten bekerja, kendati bukan manajer atau pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang dari karakteristik unik mereka. Taksonomi jenis dan sumber kekuasaan dari Robbins adalah sebagai berikut Dalam tanggapannya atas taksonomi jenis kekuasaan French and Raven, Douglas Fairholm mengklasifikasi 10 jenis kekuasaan yang banyak diaplikasikan hingga saat ini, yang menurutnya adalah 1. Reward Power 7mengendalikan perilaku orang lain dan mencapai hasil yang diharapkan sejauh adanya kebutuhan orang lain tersebut akan reward yang disediakan olehnya. Penggunaan kekuasaan reward biasanya dilakukan oleh orang di tingkatan tertinggi hirarki organisasi. Mereka biasanya punya akses pada material, informasi atau upah psikologis senyum, perhatian, pujian, kata-kata manis. Manajemen tingkat menengah dan para supervisor juga biasanya memiliki jenis kekuasaan ini. Sebaliknya, pekerja juga dapat menerapkan kekuasaan reward ini kepada atasannya, dengan cara menerapkan energi dan skill yang mereka miliki guna menyelesaikan pekerjaan yang ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini terletak pada kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara fisik. Seperti reward, kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi perilaku orang lain akibat kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan. Ketidakpatuhan atas orang yang punya jenis kekuasaan koersif menghasilkan penerapan hukuman dalam bentuk menahan reward yang diinginkan. Ini merupakan situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti model militer. 3. Expert Power Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus yang dimiliki seseorang di mana target atau orang lain kerap menggunakan atau bergantung kepadanya. Orang selalu menghargai kompetensi, dan sebab itu Expert Power merupakan sumber kekuasaan yang penting untuk diterapkan. Kekuasaan mengalir dari orang yang punya skill, pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. Jika orang merengek agar seorang pekerja mau menggunakan skill yang ia miliki untuk membantu mereka, maka pekerja tersebut punya kekuasaan. 4. Legitimate Power 8pada mereka yang menyatakan wajib untuk mentaati sumber kekuasaan organisasi. Persepsi legitimasi di benak target kekuasaan bersifat kritis. Baru setelah target ini yakin bahwa pemberi perintah punya hak yang legitimate untuk memerintah sajalah mereka akan patuh. 5. Identification Power with Other Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kekuasaan menular pada orang yang berhubungan tersebut. Sebab itu, kekuasaan yang ada merujuk pada penguasa lain. Jenis kekuasaan ini bisa datang lewat hubungan personal seperti sekretaris atau asisten administrasi yang kerap kerja bareng boss eksekutif. Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan tersebut juga meniru gagasan, norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan orang tersebut akan bertambah. 6. Critical Power Pada tingkat lain, seseorang berkuasa hingga derajat mana kontribusi orang tersebut bersifat kritis bagi individu lain atau bagi organisasi. Bilamana orang lain berhasrat pada energi, sumberdaya, dan keahlian seseorang, hingga derajat tersebut pula ia punya kekuasaan atas mereka. Seseorang juga menerapkan kekuasaan sejauh orang tersebut terhubung dengan sumber daya yang mereka kuasai. 7. Social Organization Power Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan lewat hubungan terstruktur di mana seseorang mengkombinasikan kekuatan individual mereka guna memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns menyatakannya dalam kata-kata “kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan hanya dapat terselenggara ketika satu individu berhasil memobilisasi dan mentransformasi pengikut, yang pada gilirannya mentransformasikan kekuasaan tersebut kepada pemimpin. 8. Power Using Power Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya. Kekeliruan menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan. Sebaliknya, penggunaan kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri. Persepsi dari orang lain seputar kekeliruan seorang pengguna kekuasaan bisa menghasilkan berkurangnya dukungan. Kekeliruan bertindak atau sering melakukan kekuasaan secara sembrono bisa mengikis kekuasaan dan dukungan dari orang lain yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng. Kekuasaan, pada dirinya sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya. 9. Charismatic Power 9karisma biasanya punya personalitas menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau mematuhi si pemilik karisma. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di dalam komunitas. 10. Centrality Power Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber kekuasaan. Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang berkuasa menambah perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan. Sentralitas kekuasaan ini penting dalam konteks kekuasaan, baik secara fisik ataupun sosial. Penulis lain seperti seperti Yukl and Falbe membuat taksonomi jenis kekuasaan menjadi 7 jenis kekuasaan yang dibagi ke dalam 2 variabel yaitu variabel Position Power dan Personal Power. Position Power termasuk pengaruh potensial yang diturunkan dari otoritas legitimasi, kendali atas sumber daya dan reward, kendali atas penghukuman, kendali atas informasi, dan kendali atas lingkungan kerja fisik. Personal Power termasuk pengaruh potensial yang diturunkan dari kepakaran kerja dan potensi pengaruh berdasar persahabatan dan loyalitas. Secara lengkap, taksonomi Yukl dan Falbe sebagai berikut Taksonomi Yukl and Fabl mirip dengan yang dibuat Wagner and Hollenbeck berdasarkan karya French and Raven, kecuali untuk Information Power dan Ecological Power. 10Berdasarkan karya French and Raven, dapat dibuat suatu alat ukur guna mengukur jenis kekuasaan yang ada pada seseorang atau pimpinan atau manajer. Alat ukur tersebut sebagai berikut Politik dalam Organisasi Hingga saat ini, kita telah menjelajahi konsep kekuasaan power dalam organisasi. Tibalah kini saatnya kita mengeksplorasi aspek politik di dalam organisasi. Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindarkan tatkala organisasi terdiri atas 2 orang atau lebih. Terdapat banyak kepentingan di dalam organisasi, langkanya sumber daya, dan tarik-menarik gagasan. Seluruhnya membuat politik dalam organisasi menjadi konsekuensi logis aktivitas di dalam organisasi. Bagi Robert Morgan, organisasi serupa dengan sistem politik. Politik di dalam organisasi organizational politics dengan memfokuskan perhatian pada tiga konsep yaitu interest kepentingan, konflik, dan kekuasaan power. Interest kepentingan adalah kecenderungan meraih sasaran, nilai, kehendak, harapan, dan kecenderungan lainnya yang membuat orang bertindak dengan satu cara ketimbang lainnya. 111. Autocratically secara otokratik – > “kita lakukan dengan cara ini.” 2. Bureaucratically secara birokratis – > “kita disarankan melakukan cara ini.” 3. Technocratically secara teknokratis – > “yang terbaik dengan cara ini.” 4. Democratically secara demokratis – > “bagaimana kita melakukannya.” Definisi Politik dan Politik Organisasi Politik tidak sama dengan kekuasaan dan pengaruh influence. Ketiganya adalah konsep berbeda dan berdiri sendiri. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas individu untuk secara sengaja menimbulkan dampak pada orang lain. Pengaruh influence adalah kemampuan membuat orang menuruti kehendak pemberi pengaruh. Politik mendasarkan diri pada kekuasaan kekuasaan, dan kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata di dalam organisasi. Sebab itu, siapa pun yang menggenggam kekuasaan di dalam organisasi akan menggunakannya guna mempengaruhi to influence orang lain. Dengan kata lain, kekuasaan adalah sumber daya sosial yang ditujukan demi melancarkan pengaruh, yaitu proses sosial, dan keduanya merupakan sokoguru politik. Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana individu atau kelompok terlibat sedemikian rupa guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai kepentingannya sendiri. Kendati politik punya kans merusak, politik sesungguhnya tidaklah buruk. Faktanya, kendatipun para manajer dan pekerja kerap menolak bahwa politik mempengaruhi kegiatan organisasi, sebuah riset mengindikasikan bahwa politik kantor muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku organisasi. Definisi lain politik diajukan oleh Richard L. Daft, yang menurutnya adalah “... penggunaan kekuasaan guna mempengaruhi keputusan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan." Penggunaan kekuasaan dan pengaruh membawa pada 2 cara mendefinisikan politik. Pertama, selaku perilaku melayani diri sendiri. Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan organisasi yang sifatnya alamiah. 12menganggap kegiatan politik dalam jenis ini di perusahaan kerap dihubungkan dengan perasaan gelisah dan ketidakpuasan kerja. Riset juga mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan politik berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja organisasi yang rendah, dan pembuatan keputusan yang buruk. Politik dalam cara pandang ini menjelaskan kenapa manajer tidak menyetujui perilaku politik. Dalam definisi kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi yang alamiah demi menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan di dalam organisasi. Politik adalah proses tawar-menawar dan negosiasi yang digunakan untuk mengatasi konflik dan perbedaan pendapat. Dalam cara pandang ini, politik sama dengan pembangunan koalisi dalam proses-proses pembuatan keputusan. Politik bersifat netral dan tidak perlu membahayakan organisasi. Setelah definisi politik per se dijabarkan, tibalah kita merujuk pada konteks pembicaraan politik dalam buku ini, yaitu dalam konteks keorganisasian. Sebelumnya masuk lebih jauh, ada baiknya dikemukakan beberapa definisi Politik Organisasi. Richard L. Daft mendefinisikan politik organisasi sebagai “ [kegiatan yang] melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan kekuasaan power dan sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala terdapat ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan-pilihan yang tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif ataupun negatif. Politik adalah penggunaan power kekuasaan agar sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan konflik adalah alamiah dan tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai persetujuan. Politik melibatkan diskusi-diskusi informal yang memungkinkan orang mencapai kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ataupun tidak. Douglas Fairholm, setelah menelusuri sejumlah definisi politik organisasi, mengambil sejumlah benang merah definisi politik keorganisasian, yang meliputi 1. Tindakan yang diambil oleh individu melalui organisasi; 2. Setiap pengaruh yang dilakukan seorang aktor terhadap lainnya; 3. Upaya satu pihak guna mempromosikan kepentingan-diri atas pihak lain dan, lebih lanjut, mengancam kepentingan-diri orang lainnya; 135. Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan hasil yang zero-sum menang-kalah; 6. Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan sasaran politik, strategi pembuatan keputusan, dan taktik; serta 7. Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan. Akhirnya, Fairholm mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... meliputi tindakan-tindakan yang diambil untuk memperoleh dan menggunakan power kekuasaan dalam hal pengendalian sumber daya organisasi demi mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak diperhadapkan dengan pihak lainnya.” Jeffrey Pfeffer, perintis riset politik dalam organisasi, mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... penerapan atau penggunaan power kekuasaan, dengan mana kekuasaan sendiri didefinisikan sebagai kekuatan potensial.” Definisi politik dan politik organisasi kiranya saling bersinggungan. Konsep-konsep kekuasaan, influence pengaruh, resources sumberdaya, interest kepentingan, merupakan sejumlah konsep inheren melekat di dalam definisi politik maupun politik organisasi. Juga telah dikatakan bahwa politik tidak selalu berarti buruk. Politik adalah media kompetisi gagasan antar sejumlah pihak yang berbeda guna mencapai tujuan masing-masing. Dalam mengakui keberadaan politik keorganisasian, suatu survey pernah diadakan Gandz and Murray tahun 1980 terhadap 480 orang manajer seputar politik dalam organisasi di Amerika Serikat. Survey tersebut menggambarkan ambivalensi pendapat para manajer soal politik sebab berkembang pameo yang menyatakan “Power is America’s last dirty word. It is easier to talk about money – and much easier to talk about sex – than it is talk about power.” Hasil survey bertajuk “Perasaan Manajer tentang Politik di Tempat Kerja” sebagai berikut 14Richard L. Daft mengidentifikasi 3 wilayah dimana politik organisasi terangsang untuk muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah 1 Perubahan Struktural; 2 Suksesi Manajemen; dan 3 Alokasi Sumber Daya. Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi jabatan, langsung menohok ke dalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan. Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak atas dasar kekuasaan akibat ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini, reorganisasi membawa ke arah maraknya kegiatan politik dalam organisasi. Para manajer secara aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara wewenang dan kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan politik yang eksplosif. Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru, promosi, dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana ketidakmenentuan demikian tinggi dan jaringan kepercayaan, kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif adalah penting. Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenentuan, pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan perekrutan dan promosi guna memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang-orangnya sendiri dalam posisi kunci. Alokasi Sumberdaya. Alokasi sumber daya adalah arena politik ketiga. Alokasi sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya. Sumber daya adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik membantu menyelesaikan dilema ini. Penulis lain seperti Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor yang mendorong kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah 1 Personalitas Individu; 2 Ketidakmenentuan; 3 Ukuran Organisasi; 4 Level Hirarki; 5 Heterogenitas Anggota; dan 6 Pentingnya Keputusan. Personalitas Pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu memungkinkan orang menunjukkan perilaku politik. Contohnya, orang yang punya kebutuhan kekuasaan nPow tinggi dalam istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik dari dalam dirinya sendiri guna mencari pengaruh atas orang lain, yang juga memotivasinya untuk menggunakan kekuasaan demi hasil-hasil politik. 15bahwa kesadaran-diri orang tidak sama dengan lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam politik. Ketidakmenentuan. Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya nuansa politik di dalam organisasi, yang jenis-jenisnya sebagai berikut 1. Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumberdaya langka atau informasi seputar sumber daya tersebut; 2. Informasi yang beredar bersifat ambigu tidak jelas atau lebih dari satu versi; 3. Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang tidak didefinisikan secara baik; 4. Ketidakjelasan peraturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan siapa yang harus buat keputusan, bagaimana keputusan dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus dilakukan; 5. Perubahan reorganiasi, realokasi anggaran, atau modifikasi prosedur dalam aneka bentuknya; dan 6. Pihak yang yang menjadi gantungan tumpuan harapan/backing individu atau kelompok memiliki pesaing atau musuh. Ukuran Organisasi. Politicking lebih sering muncul pada organisasi skala besar ketimbang skala kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung menyembunyikan perilaku seseorang, memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui konspirasi. Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas, karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya terkonsentrasi diantara para manajer tingkat atas tersebut. Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik cenderung muncul dimana setiap anggota bersaing untuk memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang tidak. Pentingnya Keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih memancing aktivitas politik organisasi ketimbang keputusan yang biasa-biasa saja. Ini diakibatkan sebuah keputusan penting punya dampak besar dalam menarik perhatian para anggota organisasi. 16melibatkan diri dalam politik. Eran Vigoda-Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong munculnya kegiatan politik, yaitu 1. Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh untuk tujuan mempromosikan keinginannya; 2. Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pembuatan keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam andil jasa guna mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang mencukupi untuk memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan individualnya maupun organisasi. 3. Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, semakin ia percaya pada organisasi berikut seluruh proses di dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang. Kepuasan yang ia rasakan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu memelihara status quo. Jika kepuasan kurang akan membawa individu bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah keputusan-keputusan di dalam organisasi. 4. Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik. Semakin besar keinginan mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise profesional yang tinggi ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna memelihara aset-aset pribadinya. 5. Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di lokasi kerja membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka. 6. Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa demikian sebaliknya. Orang yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir pula dalam berpolitik. 17berikut 18REFERENSI 1. Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics Tactics in Organizational Leadership, 2nd Edition Santa Barbara Praeger, 2009 , 2. Gareth Morgan, Images of Organization Thousand Oaks, California Sage Publications, 2006 3. Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition Cape Town Pearson Education South Africa Pty Ltd., 2009 4. John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational Behavior Securing Competitive Advantage Madison Avenue, New York Routledge, 2010 5. Ibid., 6. John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior, 7th Edition Phoenix John Wiley & Sons, 2002 7. Jeffrey Pfeiffer, Managing with Power Politics and Influence in Organizations New York Harvard Business School Press, 1992 8. Richard L. Daft, Organization Theory and Design, 10th Edition Mason Cengage Learning, 2010 p. 497. 9. Ibid. 10. James G. March and Thierry Weil, On Leadership Malden Blackwell Publishing, 2005 11. Gareth Morgan, Images ...., 12. John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational ..., 13. Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner, Handbook of Public Quality Management, Boca Raton, Florida CRC Press, 2001. 14. Douglas Fireholm, Organizational ...., 15. Gary Yukl, Leadership in Organizations, 6th Edition New Delhi Dorling danpengertian politik dalam organisasi. 7. Mampu mengidentifikasi perbedaan dan kesamaan antara kekuasaan dan kepemimpinan. 8. Mampu menjelaskan berbagai jenis proses politik dalam organisasi, dan taktik-taktik politik yang digunakan dalam organisasi 9. Mengenal dan mampu menjelaskan garis-besar pemikiran dari beberapa teori politik dalam Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Bagaimana para pemimpin menggunakan kekuasaan dan proses politik untuk mempengaruhi orang lain dan menyelesaikan sesuatu?Kekuasaan sering didefinisikan sebagai kemampuan potensial seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan perintah atau melakukan sesuatu yang tidak akan mereka lakukan jika tidak. Definisi lain menekankan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan. Sederhananya, kekuasaan adalah kemampuan untuk memiliki segala sesuatu dengan cara Anda. Menurut Richard L. Daft 2018372 Kekuasaan adalah kemampuan potensial dari satu orang dalam suatu organisasi untuk mempengaruhi orang lain untuk membawa hasil yang adalah potensi untuk mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan tujuan mencapai hasil yang diinginkan bagi pemegang diwujudkan melalui proses politik dan pengaruh. Politik melibatkan kegiatan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan dan sumber daya lainnya untuk mendapatkan hasil masa depan yang diinginkan ketika ada ketidakpastian atau ketidaksepakatan tentang yang terampil secara politis berusaha untuk memahami sudut pandang, kebutuhan, keinginan, dan tujuan orang lain, dan menggunakan pemahaman mereka untuk memengaruhi orang agar bertindak dengan cara yang membantu pemimpin mencapai tujuannya untuk tim atau organisasi. Pengaruh di sini mengacu pada efek tindakan seseorang terhadap sikap, nilai, keyakinan, atau tindakan orang lain. Sedangkan kekuasaan adalah kapasitas untuk menyebabkan perubahan pada seseorang, pengaruh dapat dianggap sebagai tingkat perubahan yang para pemimpin di sebagian besar organisasi terlibat dalam beberapa tingkat aktivitas politik yang bertujuan untuk memengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah karena pilihan pemerintah mewakili sumber ketidakpastian yang kritis bagi bisnis dan juga organisasi nirlaba. Individu juga terlibat dalam aktivitas politik dalam beberapa orang memiliki pandangan negatif tentang politik, penggunaan yang tepat dari perilaku politik melayani tujuan organisasi. Politik adalah proses alami untuk menyelesaikan perbedaan di antara kelompok kepentingan organisasi. Perilaku politik dapat menjadi kekuatan positif atau negatif. 1 2 3 4 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya 7wNs9vI.