Haltersebut menunjukkan bahwa masyarakat ini memiliki nuansa yang demokratis. Dimana demokratisasi mereka dapat diciptakan dengan adanya Lembaga Swadaya Masyarakat, partai politik, pers yang bebas, dan juga toleransi. Mengapa bisa seperti itu? Karena dalam masyarakat sosial berkaitan dengan wacana kritik sosial yang rasional.

Ciri Lembaga Sosial – Pada dasarnya Lembaga Sosial dapat terbentuk secara sengaja atau dengan sendirinya. Sedangkan Lembaga Sosial yang terbentuk secara tidak sengaja, misalnya lembaga adat yang memiliki segala bentuk peraturan bersifat tidak tertulis. Sementara itu, lembaga sosial yang terbentuk secara sengaja, contohnya adalah lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, dan lembaga politik. Namun yang pasti, lembaga sosial dapat dikatakan sebagai lembaga haruslah memiliki beberapa ciri dan sifat sebagai mana mestinya lembaga sosial pada umumnya. Nah, pada artikel ini akan kami sajikan informasi mengenai ciri lembaga sosial beserta dengan penjelasannya. Contents1 Pengertian Lembaga Sosial2 Ciri-Ciri Lembaga 1. Lembaga Sosial Memiliki 2. Memiliki Tingkat Kekekalan 3. Memiliki Tradisi, Baik Tertulis atapun Tidak 4. Memiliki Tujuan yang 5. Memiliki Alat dan 6. Memiliki Pola 7. Lembaga Sosial Memiliki Kekekalan3 Contoh Lembaga Sosial4 Bagikan ini Pengertian Lembaga Sosial Sebelum membahas berbagai macam ciri lembaga sosial, maka patut untuk diketahui apa itu pengertian lembaga sosial? Lembaga sosial adalah suatu hal yang berkaitan dengan norma yang dianggap penting untuk mengatur pola kehidupan dalam bermasyarakat. Lembaga sosial terbentuk berdasarkan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu dengan dasar pada kebutuhan setiap masyarakat untuk mempertahankan kaidah-keindah tertentu. Dalam hal ini sistem norma tersebut mencakup gagasan, aturan, tata cara, keinginan, dan ketentuan sanksi yang berlaku. Ciri-Ciri Lembaga Sosial Setiap lembaga sosial yang terbentuk secara sengaja ataupun tidak maka harus memiliki ciri-ciri yang diantaranya adalah sebagai berikut 1. Lembaga Sosial Memiliki Simbol Setiap lembaga sosial pastinya memiliki sebuah simbol. Simbol yang ada dalam Lembaga sosial berfungsi untuk mempermudah seseorang mengingat dan menggambarkan keberadaan lembaga, visi, misi, dan tujuan yang hendak dicapai. Simbol dalam lembaga sosial tersebut dapat berupa gambar lambang logo, tulisan, gabungan antara gambar atau tulisan dan logo, serta bendera panji sebagai dasar elemen. Contoh simbul dalam lembaga sosial yang paling sederhana misalnya adalah timbangan yang merupakan tanda atau simbol pranata hukum untuk menjunjung tinggi keadilan dan keseimbangan sosial. Selain itu, cincin pernikahan yang berbentuk melingkar, menyimbolkan cinta tanpa akhir. Jika seseorang mengenakan cincin pernikahan, masyarakat sudah dapat menyimpulkan bahwa ia sudah menikah. Bahkan conto lain, dalam Lembaga Pendidikan ketika upacara seseorang diharuskan khidmat dan memakai baju seragam. Yang mana baju seragam yang dikenakan tersebut terdapat simbol yang menunjukkan lembaga sosial yaitu lembaga pendidikan. Contoh simbol tersebut adalah logo OSIS yang selalu berada di dada saku kiri. 2. Memiliki Tingkat Kekekalan Tertentu Pada umumnya. Dalam suatu lembaga sosial tendapat norma sosial yang terbentuk atas kesepakatan dan proses panjang untuk mengatur kehidupan individu dalam masyarakat. Ketika norma dirasa penting, maka norma akan mulai terlembaga yang kemudian digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Jika lembaga sosial diciptakan masyarakat beserta asosiasinya, maka lembaga sosial tersebut cenderung bentahan lama dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, suatu lembaga sosial akan terus diwariskan dari generasi ke generasi selama lembaga sosial tersebut dirasa benguna untuk mengatur sosial masyanakat. Realitas ini mengindikasikan bahwa lembaga sosial memiliki umur lebih lama daripada umur warga masyarakatnya. Sebagai contoh adalah lembaga pendidikan. Berdasarkan catatan sejarah, proses kelembagaan pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman penjajah kolinel Belanda dan Jepang ratusan tahun lalu. Faktanya lembaga pendidikan tersebut masih dapat bertahan sampai sekarang, meski pada dasarnya mengelamai banyak perubahan seiring pekembangan zaman. Perubahan yang terjadi seperti halnya pergatian nama, jenjang, kurikulum, hingga pada proses yang paling mendalam yaitu sistem belajar mengajar. 3. Memiliki Tradisi, Baik Tertulis atapun Tidak Tertulis Setiap lembaga sosial yang ada biasanya memiliki tradisi aturan baik tertulis ataupun tidak tertulis. Aturan dalam lembaga sosial ini wajib ditaati oleh individu yan tergabung dalam lembaga sosial tersebut. Contohnya dalam kelembagan keluarga dalam kehidupan yang kita jalani terdapat aturan tertulis sebagimana yang ada dalam Undang-Undang. Disamping itu terdapat aturan yang tidak tertulis sebagaimana kewajiban suami yang harus menafkahi istri dan anaknya, atau aturan yang diharuskan setiap anggota keluarganya saling menghormati kepada seseorang yang lebih tua, dan lain sebagainya. 4. Memiliki Tujuan yang Jelas Salah satu ciri khas lembaga sosial yaitu dengan memiliki aturan yang jelas. Dalam ruang lingkup masyarakat aturan ini haruslah disepakati bersama antara satu individu dengan anggota lainnya. Oleh karena itu terdapat istilah yang mengatakan bahwa lembaga sosial dibentuk untuk mengatur hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat. 5. Memiliki Alat dan Kelengkapan Maksud dari tujuan lembaga sosial ini yaitu harus memiliki alat operasional dan kelengkapan untuk mencapai tujuannya. Sebagai contoh dalam lembaga sosial ini misalnya TNI yang harus memiliki berbagai alat ALUISTA Alat Utama Sistem Pertahanan seperti tank, kapal tempur, senjata, dan pesawat tempur. Semua bentuk peralatan yang dipalai TNI tersebut pada dasarnya dilakukan untuk kelengkapan lembaga sosial. Lebih khusus lembaga pertahanan tersebut berfungsi untuk mempertahankan kedaulatan NKRI dari Sabang samapi Meroke. 6. Memiliki Pola Perilaku Ciri lembaga sosial selanjutnya yaitu harus memiliki pola prilaku, yang bisa diartikan sebagai sekumpulan pola pemikiran yang terwujud oleh aktivitas kemasyarakatan dan hasilnya. Oleh karenananya hal ini wajar jikalau dalam lembaga sosial memiliki atau terdiri atas norma, adat, kebiasaan, dan juga tatak kelakukan yang tergabung dalam satu kesatuan fungsi. Contoh pola prilaku dalam lembaga sosial perilaku misalnya adalah Di Sekolah terdapat norma dan tata kelakuan yang diberlakukan kepada seluruh warga sekolah agar dapat mematuhi tujuan demi terciptaan kondisi yang lebih baik dan efektif. 7. Lembaga Sosial Memiliki Kekekalan Ciri lembaga sosial dapat dikatakan sempurna apabila memiliki kekekalan tertentu yang menjadi tanggung jawab setiap pihak yang ada ddalam lembaga tersebut. Contoh dari hal ini misalnya keberadaan MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat RI yang saat ini dipimpin oleh Bambang Soesatyo sebagai penangung jawab salah satu lembaga politik di Indonesia. MPR RI dibentuk sajak kemerdekaan Republik Indonesia yang tujuannya adalah merancang berbagai undang-undang yang berlaku di Indonesia. Keberadaan MPR sampai saat ini masih dipertahankan, hal ini karena salah satu lembaga sosial haruslah memiliki kekekalan yang dilandasi pada kebutuhan dan kondisi masyarakat dalam negara. Contoh Lembaga Sosial Secara umum contoh yang dapat diberikan mengenai lembaga sosial tersebut adalah Lembaga Keluarga. Lembaga Pendidikan. Lembaga Agama. Lembaga Ekonomi. Lembaga Politik. Lembaga Hukum. Lembaga Kesehatan. Sederhananya lembaga yang telah menjadi contoh diatas dikatakan sebagai lembaga karena hingga saat ini masih dibutuhkan oleh masyarakat di Indonesia. Adapun dari penjelasan diatas lembaga sosial memiliki simbol. Adakalanya pembaca hendak membiasakan diri dan bersemangat mencari tahu mengenai lembaga di lingkungan sekitar, atau memahami simbol-simbol lembaga sosial dalam masyanakat. Yang tak kalah penting untuk menambah wawasan yakni dengan banyak membaca dan mengakses informasi di media cetak dan media elektnonik untuk mengenali lembaga sosial dalam masyarakat. BACA JUGA LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK & PENJELASAN LENGKAP Penutup Nah, demikianlah sajian informasi mengenai ciri-ciri lembaga sosial beserta dengan gambar, pengertian, ciri-ciri, contoh, dan penjelasanya, semoga bermanfaat untuk membantu belajar dan mengenalinya.

Tradisilisan tidak dalam konteks sistem pengolahan bahan sekadar penuturan, melainkan konsep yang mengandalkan huruf (Sweeney, 1987: pewarisan sebuah budaya dan bagian diri 2--5). kita sendiri sebagai mahkluk sosial. Tradisi lisan tidak hanya kelisanan yang 127 | Mabasan, Vol. 12, No. 2, Juli--Desember 2018: 122--136 2.3 Tradisi Lisan dalam

Wacana merupakan bagian dari praktek sosial yakni komunikasi. Komunikasi antar pengguna bahasa selalu melibatkan wacana. Setiap penyampai pesan memiliki maksud terhadap ujaran atau tulisan yang disampaikan baik tersirat maupun tersurat. Pesan tersebut mengandung suatua wacana baik dalam bentuk kekuatan maupun ideologi yang termuat didalamnya. A. Wacana sebagai praktek sosial Wacana dan interaksi sosial saling mempengaruhi. Wacana tidak dapat lepas dari konteks sosial karena wacana dibentuk oleh masyakarat. Suatu wacana dan praktek sosial berkaitan dengan domain – domain yang berhubungan. Melalui analisis wacana kritis dapat diungkap beberapa karkateristik setiap suatu wacana yang terdiri dari tindakan, konteks, historis, kekuaasan, dan ideologi. Hal ini berbeda dengan sosiolinguistik, karena sosiolinguistik merupakan sebuah ilmu kebahasaan bagaimana masyarakat menggunakan bahasa. B. Wacana dan Kekuasaan Suatu kekuatan dapat direalisasikan dalam bentuk wacana, sehingga teks mengandung kekuasaan dari penyampai pesan. Kekuasaan ini dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung hidden power. Suatu kekuasaan dibalik wacana dipengaruhi oleh beberpa faktor seperti setting tempat dan waktu, subjek siapa yang berbicara, dan topik isi yang disampaikan. C. Wacana, Kebersamaan, dan Ideologi Wacana dan ideologi saling mempengaruhi satu sama lain. Ideologi merupakan suatu pemahaman, konsep, atau asas yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu teks. Wacana dianggap sebagai pra ideologi, jadi sebelum memiliki ideologi seseorang terlebih dahulu harus memahami muatan wacana dengan baik dan maksimal. Baca Bagaimana Hubungan Wacana dan Ideologi Ideologi suatu teks dapat disampaikan kepada penerima jika penerima memahami wacana tersebut. Akan tetapi jika penerima atau pembaca sudah memiliki ideologi sendiri yang justru meragukan suatu teks atau tulisan maka ideologi dari penyampai pesan tidak sampai. Hal ini dipengaruhi oleh unsur internal pembaca yakni bagaimana dia menyakapinya dan unsur eksternal bagaimana latar belakang sosialnya. D. Wacana sebagai Praktik Budaya Suatu wacana selalu membawa konteks budaya, sosial, dan ideologi. Implementasi wacana dapat dilihat pada sejumlah ujaran yang syarart akan budaya misal dalam adat jawa, kata “mitoni” dipahami sebagai suatu syukuran tujuh bulan usia kandungan. Hal ini merupakan representasi karena adanya suatu budaya yang ada pada masyarkat tersebut. Contoh lain misal “buanglah sampah pada tempatnya” juga dapat bermuatan budaya sebagai sebuah representasi masyarakat setempat yang sudah terbiasa membuang sampah sembarangan walaupun juga dapat berfungsi emotif. E. Kesimpulan Praktek sosial merupakan salah wujud keberadaan wacana pada suatu teks. Teks yang disampaikan oleh penyampai pesan mengandung tujuan terntentu dari penyampai pesan, bukan hanya pesan itu sendiri tetapi unsur muatan wacana yang didalamnnya seperti kekuasaan, ideologi, dan budaya yang meligkupinya. Pemahaman setiap muatan tersebut dapat dianalisis dengan kajian wacana kritis AWK yang fokus pada teks sosial. Beli Buku Sekarang »
Berdasarkantujuan tersebut mendorong penulis untuk mengkaji dalam sebuah studi pustaka berjudul "Analisis Wacana Kritis: Dimensi Sosial dalam Novel Negeri Para Bedebah karya Tere Liye. Metode tulisan ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil tulisan menunjukkan bahwa terdapat tiga dimensi sosial: pertama, dimensi teks bahasa sebagai piranti

Oleh Etik Noreg. 7317150269, Niknik M. Kuntarto Noreg. 7317150078, Rosdiana Noreg. 7317150083, Yusi Asnidar Noreg. 7317150093 A. Pendahuluan Istilah wacana dan teks sering dipertukarkan dan telah menjadi diskusi hangat para ahli mendefinisikan wacana sebagi satuan linguistik yang dimensinya lebih luas dari pada kalimat. L. Guespin[1]mendefinisikan wacana, yang berlawanan dengan ujaran. Ujaran adalah rangkaian kalimat yang diletakkan di antara dua makna dan dua “pemmberhentian” komunikasi, sedangkan wacana adalah ujaran yang dipertimbangkan sebagai sudut pandang mekanisme diskursif yang menkodisikannya. “l’énoncé, c’est la suite des phrases émises entre deux blancs sémantiques, deux arrêts de la communication ; le discours, c’est l’énoncé considéré du point de vue du mécanisme discursif qui le conditionne›› Selanjutnya konsep wacana didefinisikan sebagai sejumlah ujaran dengan dimensi yang bervariasi yang dihasilkan dari posisi sosial atau ideologis; misalnya pernyataan dari pakar politik atau sosial. Percakapan juga merupakan salah satu jenis pengujaran tertentu. Jika kita berpijak dari pemfungsian pengujaran, wacana berbeda dengan “langue” yang merupakan rangkaian terbatas yang relatif stabil dari sejumlah unsur, sedangkan wacana adalah tempat “berlatih kreativitas dan kontekstualisasi yang akan menghasilkan nilai-nilai baru pada satuan bahasa. Benveniste[2]. l’acte individuel par lequel un locuteur met en fonctionnement le système de la langue; “laconversion de la langue en adiscours Dominique Maingueneau[3] menyatakan bahwa semua wacana dapat didefinisikan sebagai serangkaian strategi yang hasilnya adalah sebuah konstruksi yang dicirikan oleh pelaku, objek, perangkat dalam berbagai peristiwa komunikatif. ‹‹tout discours peut être défini comme un ensemble de stratégies d’un sujet dont le produit sera uneconstruction caractérisée par des acteurs, des objets, des propriétés, des événements surlesquels il s’opère››. Beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas memberikan gambaran bahwa konsep “wacana” didaklah stabil. Istilah ini di satu sisi mencakup beberapa pendapat dan variabilitas yang menghalangi penyatuan pandangan, konsep yang sama yang dapat diterima oleh semua ahli. Berbagai perbedaan sudut pandang menyiratkan bahwa kajian “wacana” menjadi sangat luas dan berkaitan dengan berbagi disiplin ilmu. Sebagaimana yang ditegaskan Marianne Jorgensen dan Louise Philips[4] bahwa analisis wacana bukanlah sekadar satu pendekatan tunggal, melainkan serangkaian pendekatan multidisipliner yang bisa digunakan untuk menjelajahi beragam ranah sosial dalam jenis kajian yang berbeda. Wacana adalah “cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia atau aspek dunia. Beberapa pendekatan penting dalam analisis wacana konstruksionis sosial adalah analisis wacana Kritis Fairclough dan Psikologi Kewacanaan Jorgensen dan Louise Phillips. Dua pendekatan ini memberikan perspektif luas yang menyajikan teori dan metode yang berguna di bidang komunikasi budaya, dan masyarakat. Makalah ini membahas teori wacana sosial dan filosofis yang melingkupi pendekatan analisis wacana kritis dan Psikologi kewacanaan. Makalah ini memberikan pemahaman awal mengenai kedua pendekatan tersebut. Pemahaman dan diskusi lebih lanjut mengenai dua pendekatan tersebut akan dibahas tersendiri dan lebih rinici. Makalah ini merupakan pengantar dari pendekatan Analisis wacana kritis AWK Norman Fairclough 1995 dalam bukunya yang berjudul Critical Discourse Analysis, dan dalam pokok bahasan Critical Discourse Analysis pada buku Analysis as Theory and Method Mariannne Jorgensen dan Louise Phillips 2002 dan Psikologi Kewacanaan dalam bahasan Discursive Psycology pada buku Discourse Analysis as Theory and Method Mariannne Jorgensen dan Louise Phillips 2002 B. Pembahasan 1. Analisis Wacana Kritis Fairclough[5]menjelaskan kerangka tiga dimensi analisis wacana kritis, yakni teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosiokultural. Analisis praktik wacana melibatkan perhatian terhadap proses produksi teks, penyebaran dan penggunaan. Praktik wacana –yang diterapkan melaui teks yang diciptakan dan digunakan dibaca dan ditafsirkan- dipandang sebagai bentuk penting praktik sosial yang berkontribusi terhadap pembentukan dunia sosial yang meliputi identitas dan hubungan sosial. Melalui praktik wacana, dapat terjadi reproduksi sosial budaya dan perubahan. Sebagaimana yang dinyatakan Fairclough dalam Jorgensen Discursive practices – through which texts are produced created and consumed received and interpreted – are viewed as an important form of social practice which contributes to the constitution of the social world including social identities and social relations. It is partly through discursive practices in everyday life processes of text production and consumption that social and cultural reproduction and change take Dengan demikian, hal yang menarik dalam analisis wacana kritis yang dikemukakan Fairclough adalah penyelidikannya terhadap perubahan. Penggunaan bahasa konkret selalu berdasarkan struktur kewacanaan awal karena pengguna bahasa membangunnya berdasarkan makna yang mapan established meanings. Melalui pemikiran ini, Fairclough menekankan konsep intertekstualitas- yakni bagaimana sebuah teks terkait dan bergantung pada unsur dan wacana teks-teks lain. dengan cara menggabungkan unsur dari wacana berbeda, pennggunaan bahasa konkrit dapat merubah wacana individu dan dengan demikian juga mengubah dunia sosial dan budaya. Melalui analisis intertekstualitas, peneliti dapat menyelidiki reproduksi dimana tidak ada unsur yang diperkenalkan dan perubahan wacana melalui kombinasi baru wacana. Perspektif Fairclough mengenai wacana adalah penggunaan bahasa dilihat sebagai bentuk praktik sosial dan analisisis wacana adalah analisis bagaimana teks-teks berfungsi dalam praktik sosial budaya. Analisis ini tentunya memerlukan perhatian pada bentuk teks, struktur, dan penyusunan pada semua tataran ; fonologikal, gramatikal leksikal dan tataran-tatarn yang lebih tinggi susunan teks yang meliputi pertukaran pembagian giliran berbicara, struktur argumentasi dan struktur generik. Fairclough mendukung pernyataan Bakhtin bahwa teks apapun adalah bagian pengulangan, bagian penciptaan, teks merupakan wilayah ketegangan antara tekanan sentripetal dan centrifugal.[7] Pandangan di atas mendasari bahwa teks bervariasi dalam berat tekanan tergantung pada kondisi sosial yang melingkupi teks tersebut., sehingga kita dapat menemukan teks yang secara relatif normatif, dan teks-teks lain yang secara relatif kreatif. Bakhtine[8]menyatakan parler, c’est communiquer, et communiquer, c’est interagir Berbicara adalah berkomunikasi, dan berkomunikasi adalah berinteraksi. Masih berkaitan dengan dialogisme, Ia menyatakan bahwa centre nerveux de toute énonciation,de toute expression, n’est pas intérieur, mais extérieur il est situé dans le milieu social qui entoure l’individu››. pusat semua pengujaran dan ekspresi bukan di dalam, tetapi di luar, yakni lingkungan yang melingkupi individu. Hal ini menunjukkan bahwa ujaran seseorang dalam hal ini teks bukanlah sebuah tindak pribadi, melainkan sebuah aktivitas sosial yang ditentukan oleh semua komponen hubungan dialogis. Sejalan dengan Hallyday, Fairclough[9]mengemukakan tiga fungsi wacana funsi identitas, fungsi relasional, dan fungsi ideasioanal. Dua dimensi wacana yang perlu diperhatikan dalam analisis apapun, terdiri dari; 1 peristiwa komunikatif- misalnya penggunaan bahasa seperti artikel surat kabar, film, video, wawancara atau pidato politik. 2 Tatanan wacana-konfigurasi semua jenis wacana yang digunakan dalam lembaga atau bidang sial. Jenis wacana terdiri dari wacana dan aliran. Aliran merupakan penggunaan khusus bahasa yang membentuk bagian praktik sosial tertentu; wawancara, berita, iklan. Tatanan misalnya tatanan wacana media, pelayanan kesehatan atau rumah sakit. Dalam tatanan wacana, terdapat praktik kewacanaan khusus dimana teks dihasilkan dan digunakan atau diinterptrasikan. Dalam tatanan wacana universitas, praktik kewacanaan yang terjadi meliputi dialog dosen dan mahasiswa di kelas, dialog rektor dengan seluruh jajaran pimpinan. Praktik wacana dapat berbeda-beda. Jenis-jenis wacana digunakan dengan cara-cara tertentu. Berikut adalah ilustrasi dari model tiga dimensi Fairclough Text consumption Social practice Text production Discursive Practice Berdasarkan tiga dimensi penting yang melingkupi anliis wacana kritis kita dapat menyimpulkan bahwa peristiwa penggunaan bahasa merupakan peristiwa komunikatif yang terdiri dari tiga dimensi teks tuturan, pencitraan visual praktik kewacanan yang melibatkan pemproduksian dan penggunaan praktik sosial. Model tiga dimensi Fairclough ini merupakan kerangka analitis yang digunakan untuk penelitian empiris yang berhubungan dengan komunikasi dan masyarakat. Analisis berfokus pada Ciri-ciri linguistik teks teks Proses yang berhubungan dengan produksi dan penggunaan teks Praktik kewacanaan Praktik sosial yang lebih luas yang menckup peristiwa komunikatif. Praktik sosial. 2. Psikologi Kewacanaaan Jorgensen dan Louise Phillips[10]memaparkan bahwa secara tradisional, bidang psikologi sosial didominasi oleh paradigma kognitivisme dalam menjelaskan fenomena psikologi sosial yang berasal dari proses kewacanaaan misalnyapemikiran, persepsi, dan penalaran. Psikologi kognitif memusatkan perhatiannya hanya pada struktur abstrak bahasa dan tidak terfokus pada kejadian-kejadian khusus yang terjadi dalam interaksi sosial. Dalam pendekatan kognitivisme pada bahasa, bahasa tulis dan lisan dipandang sebagai refleksi dunia eksternal atau produk representasi mental dasar dunia. Paradigma kognitivisme mendapat kritik dari beberapa teori dan pendekatan dalam menganalisis sebuah wacana yang berasal dari dunia sosial. Salah satunya adalah pendekatan konstruksionisme sosial dalam menganalisis sebuah psikologi sosial. Dalam hal ini, konstruksionisme sosial berupaya memahami makna dan nilai yang menjadi sebuah pengetahuan bersama dalam masyarakat secara spesifik. Pendekatannya kemudian dikenal dengan istilah psikologi kewacanaan. Bahasa tulis dan lisan adalah konstruksi dunia yang ditujukan pada tindakan sosial Perbedaan kedua perspektif tersebut diuraikan dalam tabel berikut; Psikologi Kognitif Psikologi Kewacanaan 1. Bahasa tulis dan lisan adalah refleksi dunia eksternal atau produk representasi mental dasar dunia 2. kategori dan proses mental dalam memahami dunia sosial merupakan sesuatu yang bersifat internal dari individu itu sendiri, 3hanya berfokus pada struktur asbtrak bahasa dan tidak terfokus pada kejadian khusus dalam interaksi sosial. Bahasa tulis dan lisan adalah konstruksi dunia yang ditujukan pada tindakan social 2. kategori dan proses mental dalam memahami dunia sosial tidak bersifat internal, namun sebagai aktivitas sosial. 3 Tidak hanya berfokus pada struktur asbtrak bahasa, tetapi lebih terfokus pada kejadian khusus dalam interaksi sosial. Kajian penting pada bahasan psikologi kewacanaan meliputi definisi konstruksionisme sosial dan asumsi dasar teorinya,Kritik psikologi kewacanaan terhadap pendekatan psikologi yang terdahulu, premis-premis dari konstruksi sosial yang mendasari pendekatan psikologi kewacanaan, metode dan desain penelitian. Konstruktivisme meliputi konstruktivisme radikal; realisme hipotesis; dan konstruktivisme biasa. konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya 1 Konstruktivisme radikalhanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individdu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah saran terjadinya konstruksi itu. 2 Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. 3 Konstruktivisme biasamengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri. Realitas dalam pandangan konstruksi sosial sangat mementingkan proses dialogis berkesinambungan yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya, terutama pada pemaknaan yang dibentuk masing-masing individu tersebut tentang dunia. Kualitas lain yang disebutkan oleh Berger dan Luckman adalah pemaknaan “here and now” pada manusia tentang keberadaan dan tujuan mereka di dunia. Empat karakter dasar konstruksi sosial yang dibutuhkan dalam penelitian psikologi adalah a. Sikap kritis terhadap pengetahuan yang didapatkan dari kehidupan sehari-hari Konstruksionis sosial menentang ide bahwa pengetahuan tentang hal yang alami mengenai dunia didapat manusia dari hasil observasi yang obyektif. Apa yang diamati dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang dipersepsikan dan menjadi pengetahuan. Persepsi subjektif mengenai kenyataan dalam dunia sehari-hari yang diterima begitu saja taken for granted adalah dasar dari sebuah konstruksi sosial. Dengan demikian kategori sosial adalah sebuah konstruksi yang harus terus menerus dipertanyakan dan tidak diterima begitu saja. b. Kekhususan sejarah dan budaya Konstruksionis sosial percaya bahwa cara manusia memaknai dunia, mengkategorikan, dan membentuk konsep sangat dipengaruhi oleh sejarah dan budaya. Cara manusia mengenal dan memperoleh pengetahuan tentang dunianya terkait pada periode waktu dan budaya tertentu dimana ia hidup. Bentuk pengetahuan yang terikat pada waktu dan budaya tertentu merupakan artefak sekaligus juga merupakan produk dari budaya dan sejarah pada saat itu. Dengan demikian tidak seharusnya kita mengasumsikan bahwa cara kita memahami dunia lebih baik dan lebih mendekati kebenaran absolut daripada cara-cara sebelumnya. c. Pengetahuan ditopang oleh proses sosial Pengetahuan bukanlah sebuah produk obyektif dari hasil observasi kita terhadap dunia, tetapimerupakan sebuah proses dan interaksi sosial tempat individu-individu saling berbagi. Kaum konstruksionis sosial tidak terfokus pada pembelajaran individu, melainkan pada bagaimana pengetahuan publik dalam disiplin ilmu seperti sains, matematika, ekonomi atau sejarah dibangun. Di luar dari jenis pengetahuan akademis ini, kaum konstruksionis juga tertarik pada bagaimana ide-ide yang masuk akal, keyakinan sehari-hari, dan pengertian umum mengenai dunia dikomunikasikan kepada anggota baru kelompok sosial budaya. Melalui interaksi antarmanusia terjadi pembentukan pengetahuan dan pemaknaan terhadap dunia. Dengan demikian interaksi sosial dalam bentuk apapun khususnya bahasa menjadi bagian yang paling penting dalam konstruksi sosial, baik dalam mengkonstruksikan ataupun mempertahankan pengetahuan manusia tentang dunianya. d. Pengetahuan dan tindakan sosial berjalan bersama Pemaknaan yang dinegosiasikan melalui pertukaran dalam interaksi sosial dapat termanifestasikan dalam berbagai variasi bentuk, yang lebih dikenal dengan pola tingkah laku. Dengan pola tersebut kita dimudahkan untuk membicarakan berbagai bentuk perilaku manusia. Bentuk konstruksi yang berbeda-beda tentang dunia sosial tidak pernah terbebas dari konsekuensi sosial. Di lain pihak, setiap konstruksi yang terbentuk dapat dihubungkan pada suatu bentuk tindakan yang spesifik. Dengan bentuk dan konstruksi sosial yang berbeda maka akan ada tindakan yang berbeda. Sebagai contoh, zaman dulu, seorang alkoholik dianggap bertanggung jawab akan semua perilakunya sehingga mereka dianggap bersalah ketika mebuat keributan, dan tindakan yang diambil adalah dengan memasukkan mereka ke penjara. Namun,saat ini kasus alkoholik lebih dipandang sebagai kecanduan dimana cara penanggulangannya adalah dengan memberikan perawatan medis dan psikologis. Dari ilustrasi tersebut dapat terlihat bahwa konstruksi sosial yang berbeda berimplikasi pada tindakan yang berbeda pula. Konstruksi sosial dalam kajian psikologi kewacanaan dianggap sebagai sikap, identitas dan kelompok sosial. Konstruksionisme sosial menolak usaha kognitivis untuk menjelaskan sikap dan perilaku berdasarkan proses atau keadaan mental dasar. Bukannya memahami proses psikologis seperti aktivitas mental pribadi yang diproduksi oleh pemrosesan informasi individu, seperti dalam pemahamana kognitivis, namun memahami mereka sebagai aktivitas sosial. Lebih lanjut, konstruksisonisme sosial tidak memandang sikap sebagai disposisi mental yang stabil yang dimiliki individu bersangkutan namun sebagai produk dari interaksi sosial. Psikologi kewacanaan memandang bahasa tidak sekadar mengungkapkan pengalaman, tetapijuga menyusun pengalaman dan realitas psikologis yang subjektif. Cara-cara yang harus ditempuh dalam melakukan pemahaman dan ketegorisasi dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan refleksi yang transparan dari dunia “di luar sana” melainkan produk pemahaman terkait dengan kultural dan historis terhadap dunia. Pemahaman dunia diciptakan dan dipertahankan melalui interkasi soial antara orang-orang dikehidupannya sehari-hari. 3. Premis-premis dari konstruksi sosial yang mendasari pendekatan psikologi kewacanaan Berikut beberapa premis-premis dari konstruksionisme sosial dalam psikologi kewacanaan a. Rangkaian psikologi kewacanaan yang berbeda Gambaran mengenai jalinan psikologi kewacanaan yang berbeda dapat dilihat dari garis kontinum di bawah ini Gambar 2. Fokus analitis[11] Laclau and Mouffe’s discourse theory Critical discourse analysis Foucault Untaian-untaiannya dapat dijelaskan sebagai berikut – Persfektif poststrukturalis dalam menguraikan wacana, kekuasaan, dan subjek. Fokus pembahasan pada persfektif ini dianggap paling dekat dengan konsepsi wacana yang lebih abstrak, ditujukan bagaimana orang memahami dunia dan bagaiaman identitas-identitas diciptakan dan diubah dalam wacana-wacana khusus dan bagaimana konsekuensi sosial dalam mengkonstruksi wacana tersebut. – Persfektif interaksionis yang mendasarkan uraiannya pada analisis wacana dan etnometodologi. Fokus pembahasannya dikonsentrasikan pada analisis konsentrasi tindakan teks dan pembicaraan dalam interaksi sosial. Dengan menggunakan etnometodologi dan analisis percakapan, dan fokus pembahasannya ditujukan pada bagaimana organisasi sosial dihasilkan melalui tuturan dan interaksi. – Perspektif sintesis yang menyatukan dua perspektif pertama di atas. Fokus pembahasannya ditujukan pada bagaimana wacana khusus menyusun subjek dan objek yang digabungkan dengan ketertarikan interaksionis pada cara wacana menggarap tindakan sosial dalam konteks khusus interaksi. Penekanannya dilakukan orang terhadap teks dan pembicaraan pada sumber daya kewacanaan yang mereka pakai dalam praktik interaksi. b. Repertoar interpretatif wacana adalah “repertoar interpretatif” yang digunakan sebagai sumberdaya yang fleksibel dalam interaksi sosial. Tujuannya adalah mendapatkan wawasan megenai komunikasi, tindakan sosial, dan pengonstruksian atas diri, orang lain, dan dunia. repertoar interpretatif adalah kumpulan istilah, uraian dan kata kiasan yang dapat dilihat secara luas dan sering digolongkan kedalam metafora atau pencitraan yang repertoar dapat digunakan untuk mengonstruk sebuah realitas. Repertoar interpretatif merupakan entitas yang bisa diidentifikasi untuk menggambarkan cara-cara yang berbeda dalam memberikan makna kepada dunia sehingga mudah untuk ditransformasikan ke dalam penggunaan retoris. Salah satu keuntungan yang dihasilkan oleh penggunaan konstruksi seperti warisan budaya sebagai repertoar interpretatifnya adalah bahwa cara yang seperti ini menyatakan adanya koreografi gerakan-gerakan interpretatif, seperti gerakan penari di atas es, disitulah gerakan-gerakan tertentu bisa dipilih sedemikian serupa sehingga ditemukan gerakan yang paling tepat dengan konteksnya. Cara ini menunjukkan adanya kelenturan dalam penggunaan bahasa dan cara mengorganisasikannya. Tujuan anaisis semacam ini tidaklah mengategorisasikan orang-orang misalnya, sebagai orang nasionalis, rasis, atau pemula, tetapi mengidentifikasi praktik-praktik kewacanaan yang digunakan sebagai dasar untuk membuat kategori-kategori. Orang-orang tidak bisa diharapkan konsisten, tapi teks dan pembicaraan itu beragam karena menggunakan wacana yang berbeda disebabkan karena konteks yang berbeda pula. Repertoar interpretatif bukan merupakan refleksi benar atau salah atas dunia, melainkantertarik untuk menganalisis praktik-praktik yang dijalani repertoar-repertoar interpretatif dalam mengostruk refleksi yang salah atau benar atas dunia. Repertoar interpretatif menganalisis bagaimana orang-orang menguraikan dirinya, pengalamannya, dan peristiwa yang dialaminya sebagai sesuatu yang bersifat konsisten, riil dan stabil c. Jiwa diri dan identitas Dalam pandangan psikologi kewacanaan, Iindividu bukanlah entitas tersendiri, melainkan senantiasa berada dalam interaksi dinamis dan konstan dengan dunia sosialnya. Jiwa, diri, dan identitas dibentuk, dinegosiasikan, dan dibentuk kembali dalam interaksi sosial. Psikologi kewacanaan menolak gagasan modern yang menyatakan bahwa diri individu terdiri atas identitas tunggal yang stabil bukan merupakan diri yang tersusun dari identitas-identitas ganda yang lahir secara kewacanaan. Investasi psikologis melihat bagaimana orang membentuk identitasnya melalui pemosisian dalam wacana yang mereka gunakan dalam pembicaraan dan teks sehari-hari..Teori relasi objek. Teori ini mengususlkan bahwa subjektivitas itu dibentuk oleh pengalaman-pengalaman dalam fase pra-oedipal. Misalnya seperti contoh dibawah ini Sebagian besar pria memiliki wacana terhadap perempuan sebagai mahluk yang rentan dan emosional, sedangkan lelaki sebagai insan yang kuat dan rasional. Wacana ini lahir atas dasar investasi-investasi yang dimilikinya hingga kemudian mengonstruksnya sebagai sebuah wacana. Penjelasannya yaitu awal mula anak tidak mempunyai pemahaman diri bahwa ia berbeda dan terpisah dengan ibunya tidak terdifferensiasikan hal ini karena pengetahuan diri si anak yang belum berkembang. Namun melalui interaksi sosial anak mulai melihat dirinya berbeda dan terpisah dengan ibunya “terdifferensiasikan” dari ibunya. Fase ini dimulai saat anak usia sekitar lima bulan, bahwa bayi mulai dapat melihat dirinya sendiri dan ibunya sebagai individu yang terpisah. Pengetahuan ilmiah dipandang memiliki sifat produktif. Seperti pada wacana-wacana yang lain, wacana ilmiah menghasilkan pengetahuan, hubungan sosial dan identitas. Refleksifitas dalam konstruksi sosial berkaitan dengan relativisme analisis wacana. Misalnya Wheterrel dan Potter menyatakan bahwa kajiannya tentang rasisme dan wacana di selandia baru menentang hubungan kekuasaan karena menyatakan peran wacana dalam mempertahankan diskriminasi terhadap bangsa Maori. Berbeda dengan pendekatan kognitif pada rasisme yang mempertahanka hubungan –hubungan kekuasaan yang ada dengan menyatakan bahwa stereotip itu tidak bisa dihindarkan. 4. Penerapan pendekatan Analisis wacana kritis dan pendekatan psikologi kewacanaan dalam analisis wacana 1 Interviewer oh no so your consumption. Oh, your choices. 2 3 4 5 Laurits mm there’s no doubt about. I’m non in doubt that oh, the increased focus on organic farm-goods, oh organic products has meant that there’s been an increase in the number of organic farmers. 1. Tim yes, that’s . is completely absolutely definite and 2. Jonathan yes, i think so too, and you get, apart from that, you get, you get, i’d say it’s one of the things you have to say to yourself and that you have to believe because, if, if if no-one believed in it, so the world would look 1 terrible, if no-one believed that . anythong could be changed . with anything. Everyone has to take starting point that charges can take place have to take the starting point in themselves 3. Tim yes, so i think exactly. 4. Jonathan and so others also do the same hopefully 5. Tim that, that the example of ecology, it, it is simply the perfect example, in my eyes yes. It has worked. You can see that. And that also persuades me that . the next focus point that comes in the media that that if it’s something i of course, conditional on my seeing that is has any relevance, ohm, o it will come to work, and so i will also be able much more quickly to do the small things, in everyday life, for example, like buying organic things instead of something else. I dont know, but i dont have any example but 8 Laurits take another example, like . og, sorting rubbish. Where there are many places now where you sort out rubbish. 9 Tim yes 10 Laurits and there you can say then that the problems is located where it does not help because it is thrown together as some point anyway. Oh so the pnly thing we . still really have 1 as separate rubbish is glass treatment and paper, 2 can get a little irritated about, that more doesnt happen, oh, in that area, when . consumers now . at least some places, are beingput to work. Ooh, that oh its 1 in this case oh them who collect it together, who don’t . follow up on it. 11 Jonathan Do they mix it together again when they collect it together, who dont follow up on it. 12 Laurits yes, i mean that most of the rubbish which, i mean at home in . 1 come from Skelskor, there they sort it into 1 green rubbish and . grey rubbish and the kind . thing which can be recycled. Things that, not things that can. 13 Christian biodegradable waste 14 Jonathan organic? 15 Laurits biodegradable waste, and things aren’t that aren’t biodegradable. 16 Tim yes. 17 Laurits oh and i have read at least that its quite limited how much of what is biodegradable that is broken down. You can say that. 18 Interviewer could you think of going down here . to the yard down there with ypur biodegradable rubbish? 19 Laurits compost? 22 Jonathan can you do that? 23 Interviewer yes, thay have a compost container. . 24 Jonathan compost machine? I didnt even know that, no 25 Tim no 26 Interviewer there’s also one in the agrdner street. 27 Tim it has to be up here. It has to be when you stand and are just about to throw something out, you mustn’t have to to something extra for it. 28 Laurits we can see we still have 1 probles enough going down with our glass things and oh, i dont think that. This household at least would do anything that is more than taht. 29 Interviewer mm. 30 Laurits that oh, yes the only thing i can, you do want to, but oh you dont get it done. 31 Tim so if i would like to, oh, i could well think of. You could sortyour rubbish. If we could do it up from here, just like you have had it down there, my grandmother. 32 Laurits if it wasnt any trouble, we could also so it, but the trouble is if you have to go there, go, thre different places with your rubbish. 33 Tim yes, yes, well. We completely agree with that, but well now i know that my grandmother she lives in Vejle and they have had some trial with it, that is sorting of rubbish and it has actually worked. Oh oh and there is really a big difference measurable tons of of what ends up oh in the incinerartor and different places ohm. And it, it works by that, that there are two small bags, so and whe you open the rubbish. 34 Tim if it doesnt cost any extra work, i also think it can be done but oh i wouldn’t og i would like to, but . dont do it, if it causes . oh more difficulties in daily life. Terlihat pada dialog di atas empat responden teman tinggal satu flat dalam suatu wawancara kelompok mengratikulasikan wacana-wacana yang berbeda yang masing-masing mengonstruk pemahamannya yang berbeda terhadap pertanyaan –pertanyaan lingkungan dan identitas yang berbeda bagi penutur yang menunjuk pada legitimasi tindakan yang berbeda Analisis wacana kritis memusatkan perhatian pada analisis berdasarkan pendekatan psikologi kewacanaan cenderung lebih menekankan pada cara-cara penutur dalam menggunakan wacana sebagai sumberdaya yang fleksibel repertoar interpretatif pada konteks-kontesk interaksi khusus dan pada ciri-ciri linguistik yang diterapkan penutur sebagai strategi retorika agar bisa menguraikan dunia sebagai sesuatu yang solid dan objektif dan uraian yang saling bersaingan sebagai sesuatu yang salah dan subjektif. Dalam hal ini psikologi kewacanaan digunakan untuk mengeksplorasi pemroduksian konsesus secara kewacanaan dan negoisasi makna yang diidentifikasi dalam analisis-analisis yang lain. Dari wawancara di atas, uraian laurits tentang ketidak efektifan tindakan ekologis meluas sampai empat putaran dari baris 25 – 44, yang hanya disela oleh pertanyaan Jonathan dan tanggapan minimal dari Tim. Pertanyaan Jonathan – do they mix it together again when they collect it together, or what is it you’re saying? membagi uraian umum laurits tentang hal tersebut pada baris 25-32 dan kasus khusus –proses pemilahan sampah dan ketidak efektifannya di kotanya sendiri baris 35-38, 41, 43, 44. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa pertanyaan Jonathan mungkin telah diiterpretasikan oleh Laurits sebagai tantangan atau pertanyaan yang tidak begitu berat sehigga menggiringnya untuk memberikan dukungan atas pernyataan umumnya dalam bentuk naratif mengenai kasus yang lebih konkret. Dalam pengetahuan khusus yang dijelaskan laurits mengetahuinya dan akarnya ada di sekitar tempat tinggalnya. Sementara Tim, Laurits, dan Jonathan semuanya memulai diskusi ini menggunakan proposisi mengenai pentingnya nilai ekologi, hanya Jonathan yang mengketengahkan keyakinan atas perubahan sebagai sebuah keharusan, “Everyone has to take the starting point in themselves” baris 10-11. Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan merupakan persyaratan bagi penerimaan orang-orang akan tanggungjawabnya atas masalah sampah. Hal ini juga menunjukkan pemahaman refleksif ketidakpastian atas tindakan orang-orang. Tim mengekspresikan dukungannya terhadap pandangan jonathan pada baris 12, 14-21. Akan tetapi ketika Laurits menanyakan kerapihan pemilahan sampah, dan perubahan arah pembicaraan yang mengarah kepada efektivitas tindakan, Jonathan menghilang dari percakapan baris 33-34 hal ini dianggap sebagai sesuatu tantangan yang tidak berat lagi menurut laurits dan terlepas dari intervensi lainnya baris 40,48,50. Kemudian mengenai tukar pendapat di akhir percakapan mereka baris 58-77 jonathan diam saja. Ia tidak megikuti percakapan yang mengonstruk sebuah makna oleh tim dn laurits, hal ini dikarenakan ia memberikan dukungan kepada sistem environmental berdasarkan keharusan moral untuk menolak dan urangnya atau keraguan tentang ilmu pengetahuan mengenai topik yang dibicarakan. Ditilik dari psikologi kewacanaan, analisis ini memperlihatkan bagaimanaekspresi tanggung jawab pribadi dipertahankan dengan cara melakukan pengecekan. C. Simpulan Analisis Wacana Kritis AWK adalah analisis unsur dominasi dan kekuasaan yang terkandung dalam sebuah wacana. Analisis ini bertujuan membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari sebuah wacanayang diasumsikan membawa muatan ideologi tertentu, baik itu ideologi politik, ras, gender, sekte, maupun agama. AWK mengungkap gagasan yang menonjolkanbentuk-bentuk dominasiatau hegemoni kekuasaan, ideologi, kelas masyarakat, gender, ras, diskriminasi, interes, reproduksi, institusi, struktur sosial, dan peran sosial. AWK melihat pemakaian bahasa sebagai bentuk dari praktik sosial, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi dalam masyrakat. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Daftar Pustaka Bakhtine, Esthétique et théorie du roman. Trad. Daria Olivier. Paris Gallimard. Dominique Mainguneau. 1989. Initiation Aux Methodes de I’analyes du Discours. Paris Hachette. Fairclough, Norman. 1995. Critical Discourse Analysis. London Longman. Jorgensen, Marianne et Louise Philips. 2002 Discourse Analysis as Theory and Method. London SAGE Publication. [1]Bakhtine, Mikhaïl, Esthétique et théorie du roman. Trad. Daria Olivier.Paris Gallimard, 1978, hlm. 10.. [2]Dominique Mainguneau, Initiation Aux Methodes de I’analyes du Discours. Paris Hachette, 1989, hlm. 11- 12. [4]Jorgensen, Marianne et Louise Philips, Discourse Analysis as Theory and Method London SAGE Publication, 2002, [5]Fairclough, Norman, Critical Discourse Analysis London Longman, 1995, hlm. [6]Jorgensen, op. cit., hlm. 61. [7]Fairclough, hlm. 7. [8]Bakhtine, hlm. 134. [10]Jorgensen dan Louise Phillips, [11] Jorgensen, hlm. 20

Sosiologimemiliki dua konsep dasar, yaitu sosiologi sebagai ilmu pengetahuan dan sosiologi sebagai metode. Sebagai ilmu berarti, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan mengenai kajian masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis dan logis. Berdasarkan ciri-ciri lembaga sosial tersebut yang menunjukkan tujuan lembaga sosial

Keberadaan lembaga sosial sangat penting dalam peri kehidupan masyarakat. Lembaga sosial tersebut pada dasarnya merupakan suatu sistem nilai dan sistem norma yang bertujuan untuk mengatur segala perilaku dan tindakan dari setiap anggota dalam melangsungkan kehidupannya. Melalui lembaga sosial tersebut seluruh anggota masyarakat dapat melakukan hubungan satu sama lain secara tertib dan teratur. Koentjaraningrat mengatakan bahwa lembaga sosial merupakan suatu sistem norma khusus yang menata serangkaian tindakan yang berpola untuk keperluan khusus manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu ciri-ciri lembaga sosial, yaitu memiliki simbol atau lambang yang menjadi ciri khas suatu lembaga. Lambang atau simbol dalam lembaga sosial diwakili oleh gambar dan kata-kata. Simbol dalam lembaga sosial mempermudah masyarakat mengingat tujuan yang akan dicapai oleh suatu lembaga. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah C.

Sedangkankebudayaan adalah sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan oleh Tuhan. Baca juga: Inilah Peran Agama dan Negara. Sajak awal perkembangan agama-agama di Indonesia telah menerima akomodasi budaya, contohnya agama islam, dimana islam sebagai
Memilikikesamaan dalam tradisi jenis usaha, status ekonomi dan sosial, budaya/kultur, adat istiadat, bahasa serta ekologi merupakan salah satu ciri kelembagaan petani yaitu? Asosiasi Komoditas Pertanian; Poktan; Gapoktan; Dewan Komoditas Pertanian Nasional; Kunci jawabannya adalah: B. Poktan.
berikutini yang bukan ciri-ciri umum Lembaga sosial, yaitu? lembaga social memiliki adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan, dan nilai-nilai; lembaga sosial memiki tujuan tertentu; Lembaga sosial memiiki alat; Lembaga sosial memiliki usia yang tidak lama; Semua jawaban benar; Jawaban: D. Lembaga sosial memiliki usia yang tidak lama CCEX3K2.
  • axol3uarfm.pages.dev/247
  • axol3uarfm.pages.dev/180
  • axol3uarfm.pages.dev/148
  • axol3uarfm.pages.dev/158
  • axol3uarfm.pages.dev/269
  • axol3uarfm.pages.dev/368
  • axol3uarfm.pages.dev/13
  • axol3uarfm.pages.dev/99
  • axol3uarfm.pages.dev/365
  • tradisi pada wacana tersebut menunjukkan ciri lembaga sosial yaitu memiliki